Langsung ke konten utama

SURAT CINTA UNTUK SUAMİKU

Aku duduk di atas kursi makan, berfikir tentang, kata apa yang akan aku tulis pertama kali dalam surat cinta untuk Saiful, suamiku. Bukan hanya pasangan muda yang perlu romantisme seperti ini, pasangan paruh baya pun ingin merasakan manisnya madu cinta. Aku tersenyum sambil menghapus air mataku, mulai menggoreskan pena ke selembar kertas yang telah aku semprot dengan parfum kesukaan Saiful,

"Saiful suamiku,

Assalamualaikum abang, apa kabar? Aida kangen abang. Hehehe, seperti remaja saja ya bang. Tapi serius bang, Aida sangat kangen abang. Padahal dulu, Aida suka pura-pura tidur kalau abang masuk kamar, supaya abang gak bangunkan Aida dan menyuruh Aida membuatkan kopi. Maafkan Aida bang. Sekarang, Aida susah tidur bang, berharap abang datang dan Aida akan buatkan abang kopi paling enak sedunia.

Abang, Aida mencintai abang. Sangat cinta. Seharusnya dari dulu Aida bilang, tapi Aida terlalu malu bang. Padahal, abang selalu menunjukkan rasa cinta yang besar pada Aida. Memeluk Aida setiap hari, tapi Aida menepis pelukan abang, dengan alasan mau masak, mau nyuci, mau menyapu. Sekalipun abang tak pernah marah. Abang tak pernah marah dengan Aida, walaupun seharian wajah Aida cemberut karena lelah membereskan rumah. Padahal abang pasti lebih lelah dari Aida bekerja seharian di kebun. Namun abang selalu pulang dengan wajah penuh senyuman, maafkan Aida bang.

Abang, pertama kali bertemu abang, Aida memang belum mempunyai rasa apapun pada abang, meskipun abang bilang, abang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Aida. Abang yang berwajah keras dan berkulit hitam, membuat Aida takut. Ternyata, Aida salah. Abang memang keras, tapi tidak pada Aida. Abang lemah lembut saat bersama Aida. Semakin hari, rasa cinta Aida kepada abang semakin berkembang. Bisakah abang merasakannya?

Aida jatuh cinta pada Abang. Saat abang begitu kuat menjalani hidup, menerjang segala badai demi dapat memberi yang terbaik pada keluarga kita, saat abang selalu tertawa dimanapun abang berada, saat abang menghapus air mata Aida yang menangis karena kehabisan uang belanja, saat abang tersenyum ketika Aida mendorong keras dada abang karena tak ingin diganggu malam hari, saat abang mengganti sumbu kompor Aida yang sudah pendek, saat abang mengajarkan anak-anak kita huruf hijaiyah, saat abang memeluk Aida dari belakang ketika sedang masak, saat abang menolong tetangga kita yang terjatuh dari sepeda, saat abang menggendong anak kita yang menangis ingin mainan anak tetangga. Banyak bang, banyak hal yang membuat Aida jatuh cinta lagi, dan lagi pada abang. Abang sempurna bagi Aida.

Maafkan Aida bang, karena baru berani mengakui semuanya sekarang. Padahal abang selalu bertanya, cintakah Aida pada abang? Tapi Aida malah bersungut dan meninggalkan abang begitu saja. Maafkan Aida bang. Maafkan Aida atas segalanya bang.

Aida cinta abang. Selalu cinta pada abang. Sampai kapanpun, Aida akan tetap cinta pada abang. Hanya abang satu-satunya lelaki yang pernah mengisi hati Aida. Aida cinta abang, sangat sangat cinta abang."

Aku menangis menuliskan kata demi kata di selembar surat untuk Saiful suamiku.

Aku melangkah gamang, didampingi Raya, cucuku. Sulit bagiku melangkah tanpa dibimbing bang Saiful, tapi aku harus kuat. Aku terduduk, meyakinkan diri sekali lagi, kalau di nisan ini memang nama bang Saiful yang tertulis. Aku belum bisa terima, jasad bang Saifullah yang berada di bawah ini.

"Bang, ini bang, surat untuk abang. Abang baca ya, didalamnya Aida menulis jawaban dari pertanyaan abang, yang selalu abang tanyakan selama abang sakit. Maafkan Aida bang." Aku menangis sambil memeluk nisan bang Saiful. Raya mengusap bahuku.

"Nek, udah yuk pulang, kasihan kakek kalau nenek meratapi kuburnya." Aku mengangguk, dan berdiri. Tertatih. Bertahun-tahun bang Saifullah yang membimbingku kesana kemari. Menguatkan kakiku yang semakin melemah. Terkadang menggendongku ketika aku merasa lelah berjalan. Seminggu bang Saiful pergi, separuh aku ada bersamanya, di dalam sana. Aku hancur berkeping-keping. Aku ingin bersamanya.

"Nek, Raya ambil motor. Nenek disini, jangan kemana-kemana." Aku hanya diam.

"Aida," sebuah suara lembut memanggilku. Bang Saiful bediri di sebrang jalan, merentangkan tangan untuk memelukku. Aku tertawa, memaksakan kakiku untuk melangkah ke dalam pelukannya.

"NENEK, ADA MOBİL NEK.... NENEK JANGAN NYEBRANG NEK. NENEK, AGHHHHHHHHH." Raya menutup matanya, tak sanggup melihat darah yang menyebar kemana-mana.

*SELESAİ


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada blog baru ini jadi semangat buat posting. Maklum manusia purba , orang-orang udah basi tapi aku baru mulai, selalu begitu..... Jadi semalam pagi2 aku stress berat. idupin laptop gak bisa.. Padahal baru dicas sampe penuh P adahal laptop ku baru Tuhan apa yang terjadi? dengan nafsunya aku bawa laptop ke tukang serpis. sekalian komplen masa laptop baru udah rusak. sampe disana, abang yang nyerpis laptopnya cute dan kelihatannya masih sangat brondong. abang cute :"Kenapa laptopnya BUK?" ahhhh, aku ibuk2? aku : "gak mau idup bang, padahal baru di cas semalam jadi gak mungkin abis batere." Si abang cute langsung nyari cas laptop terus ngecas laptop ku. lima menit kemudian dia coba idupin dan LAPTOPNYA IDUP. IDUP!!! Langsung malu dan ingin mengubur diri. tapi tetap jaga wibawa di depan abang cute. aku : "cuma abis batere ya bang? oh, mungkin karena semalam kerja sampe pagi, jadi baterenya gak kuat." cuih cuih cuih, kerja? yang ada juga ketiduran sampai pa

MAMAK MAUNYA APA

Ini pertanyaan yang sedang mamak ajukan ke diri mamak sendiri, berkaitan dengan si kakak (halah). Rasanya, ilmu psikologi yang mamak pelajari selama 4.5 tahun sia-sia, karena anak sendiri pun gak bisa mamak kendalikan kelakuannya.  Jadi di rumah mamak, ada tetangga baru, rumah yang dulunya kosong, kini terisi kembali. Hati mamak gembira sekali, mana tetangga mamak ini bakul kue pulak. Ah, cocok kali rasa mamak kan. Tapiiiiiii.... si kakak, yang sangat antusias tetanggaan sama teman satu sekolah, euforianya keterlaluan. Buka mata pengen langsung main ke tetangga, dan jadi sering ngebentak-bentak kalo dibilang jangan pergi main. Yah, kan gimana ya, namanya juga orang, pengen tidur, istirahat, makan dan punya banyak waktu bersama keluarganya. Dan kalau si kakak main disitu berjam-jam, yang punya rumah pasti eneg, mau nyuruh pulang gak enak, mau dibiarin makin gak enak. Mamak udah ngasi ceramah sama si kakak, semua stok ceramah agama mamak udah mamak keluarkan. Tapi gak mempan

GAMBAR MAMAK

Semalam si kakak menggambar sesuatu di kertas bekas merk jaket. Dan pas udah selesai, taraaaaaaaa... Kata si kakak, "ini gambar bunda." Mamaknya sih ketawa, ngasi jempol. Dan si kakak mesem-mesem bangga dipuji mamaknya. Tapi sebenarnya dalam hati mamak bergejolak. Kenapa gambar mamak kaya gini, muka mamak dicoret-coret pulak. Maksudnya menggambarkan apa ini nak? Ditambah hidung mamak double gitu. Beserak-serak muka mamak yang ada dalam benak si kakak. Mungkin, ini teguran dari kakak dan Tuhan. Sebagai mamak, mamak masih berantakan dalam mendidik si kakak, gak bisa kasi contoh yang baik juga. Hobi ngomel dan marah-marah. Tiap dia mau ngomong disuruh diam. Sampai-sampai, si kakak tiap malam ngomong, "Bund, Pa, kakak haus." Mamak bapaknya yang flat ini ngomong, "minumlah kalau haus." "Kakak haus perhatian." Mamak sama bapak pandang-pandangan. Terus ketawa.  Padahal banyak makna pastinya dari kata-kata si kakak itu. Seja