Langsung ke konten utama

KETIKA RASA KEHILANGAN HILANG

Aku adalah seorang wanita Virgo yang mempunyai sifat Yin Yang. Maksudnya, sifat burukku membawa pengaruh terhadap munculnya sifat baikku. Aku sangat sangat posesif terhadap apapun yang aku sayangi. Misalnya terhadap teman, waktu remaja dulu aku memiliki kecendrungan membatasi gerak gerik teman2ku untuk berteman dengan orang lain. Alhamdulillah sekarang sifat jelekku itu sudah terkontrol dengan baik. Dampaknya, aku menjadi individu yang setia dan mau berkorban untuk orang2 yang aku sayangi.

Aku juga sensitif. Sering mikirin sesuatu secara berlebih2an. Kalo ada teman yang jawab sms pendek, aku mikir, apa dia lagi marah sama aku, apa aku buat salah sama dia. Gak penting banget pokoknya.

Berhubungan dengan sifat2ku diatas, aku jadi sering merasa kehilangan ketika seseorang yang aku sayangi berubah, pergi atau pindah ke lain hati (heheheee, yang terakhir lebay....)

Pertama kali rasa kehilangan yang membekas adalah saat aku beranjak dewasa, mulai mengalami siklus bulanan dalam hidupku sebagai wanita tulen. Ayahku adalah tipe orang jadul, pikirannya agak kolot. Jadi, sedekat apapun beliau dengan anak perempuannya saat anaknya kecil, kalo udah dapat siklus itu, beliau menjauh dengan sendirinya. Menjaga jarak. Aku tergolong anak yang cepat mendapat siklus bulanan, kelas 5 SD aku udah dapat. Kematangan mentalku gak berjalan seimbang dengan kematangan fisikku. Maka saat itulah aku kehilangan sosok ayah yang biasanya dekat denganku. Aku jadi jarang ngobrol dan gak memiliki kedekatan batin dengan ayah.

Saat memasuki gerbang remaja akhir, aku memutuskan untuk kuliah ditempat yang berbeda dengan sahabat2 SMA ku. Mereka kebanyakan kuliah di tempat yang sama, jurusan yang sama bahkan kelas yang sama. Lagi2 aku merasa kehilangan. Aku iri mendengarkan cerita mereka yang gak mengalami kesulitan adaptasi di lingkungan kampus, karena mereka punya teman seiring sejalan. Aku merasa lebih terpojok saat mereka meresa nyaman dengan teman2 kampus mereka. Aku merasa ditinggalkan saat mereka mulai menemukan kelompok baru di kampus. Dan aku merasa kehilangan saat mereka gak punya waktu lagi untukku karena sibuk dengan urusan kampus. Aku desperate. Putus asa. Aku jadi sering nangis. Aku memang gak biasa tanpa teman, aku merasa nyaman jika ada dalam suatu kelompok.

Sekarang, lagi2 aku mengalami rasa itu. Ketika satu persatu sahabatku mulai pergi. Meninggalkanku untuk memasuki dunia baru, dunia yang belum pernah aku tapaki, yaitu dunia perkawinan. Sehari dua hari baru nikah, masih biasa aja. Setelah sebulan, aku ngerasa ada yang beda, ada yang berubah. Kedekatan yang aku rasakan gak seperti dulu lagi. Berasa ada jurang, berasa ada tembok tinggi yang memisahkan. Pukulan paling telak mungkin adalah yang sekarang aku alami, sahabat terdekatku menikah. Aku bahagia untuknya. Aku ngerti kalo waktu nya udah gak ada buatku. Aku terlalu terbiasa menghabiskan hari dengannya, aku terlalu terbiasa menceritakan apapun padanya, aku terlalu terbiasa dengan keberadaannya didekatku, aku terlalu terbiasa memancing2 kata keluar dari mulutnya yang jarang berbicara. Senang, sedih, tawa dan air mata yang biasa kami bagi berdua, sekarang mulai berubah. Aku berusaha memahami situasi. Aku berusaha menyimpan sendiri semua cerita yang biasa ku bagi. Aku berusaha untuk gak merasakan rasa kehilangan kali ini hingga ke hati. Aku berusaha ngerti. Aku berusaha ngerti. Aku berusaha ngerti.

Jujur, aku jadi takut kehilangan lagi. Sahabatku gak banyak. Aku bukan orang yang dengan mudah mendapatkan sahabat baru. Saat sahabatku yang masih belum nikah, Indah, cerita kalo udah nikah ntar kemungkinan dia bakalan ikut suaminya yang orang Malang, aku takut. Takut banget, karena sekarang hanya dia yang aku punya. Walopun hasrat ku untuk meracuni otaknya tinggi supaya dia pikir2 lagi untuk nikah sama cowok itu, tapi aku gak mau merusak kebahagiaan yang dia miliki. Memang aku belum pernah aku ngeliat Indah sebahagia ini. Aku akan mengerti seandainya kelak aku kehilangan lagi.

Aku udah dewasa, harus punya cara yang baik untuk keluar dari suatu masalah,  minimal jangan sampai larut kedalam suatu masalah.


Ketika rasa kehilangan akan kedekatan ku dengan ayah hilang, aku menemukan pengalaman baru dalam hidup, kelas 5 SD aku mulai memperhatikan lawan jenis. Mulai care sama mereka, mulai mengklasifikasi yang mana cowok yang patut dikecengin dan yang cocok untuk dimusuhi. Mungkin bukan rasa cinta, setidaknya dengan moment itu, aku menaiki satu tangga proses menuju remaja.

Ketika rasa kehilangan akan keberadaan teman2 SMA ku hilang, aku menemukan dunia baru di kampus. Aku berusaha untuk menemukan kelompok baru, yang seide dan yang bisa memberikan pengaruh positif dalam hidupku. Aku jadi mengurangi rasa ketergantungan dengan teman2 SMA ku. Aku belajar mandiri dan memahami bahwa gak ada yang abadi.

Dan sekarang, ketika rasa kehilangan seorang sahabat itu belum hilang, aku tetap belajar memahami. Aku mulai membuka diri untuk bergaul dengan teman2 lainnya. Aku sadar bahwa mungkin suatu saat aku pun akan mengalami fase hidup itu, saat aku meninggalkan seseorang dan ada seseorang yang kehilangan aku. Aku memang gak akan mengklarifikasi apapun, aku gak akan bertanya dengan sahabatku mengenai perubahan2 sikapnya, aku cukup mengerti bahwa arah hidupnya udah berubah. Akan banyak hal2 berat yang harus dipikirkannya. Aku masih berusaha, aku memang belum mengerti, tapi pasti suatu saat rasa kehilangan ini akan hilang.

Komentar

  1. :') sabar ya nan. kayaknya kita senasip deh. tp bedanya temenku belum ada yang nikah. ahem.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada blog baru ini jadi semangat buat posting. Maklum manusia purba , orang-orang udah basi tapi aku baru mulai, selalu begitu..... Jadi semalam pagi2 aku stress berat. idupin laptop gak bisa.. Padahal baru dicas sampe penuh P adahal laptop ku baru Tuhan apa yang terjadi? dengan nafsunya aku bawa laptop ke tukang serpis. sekalian komplen masa laptop baru udah rusak. sampe disana, abang yang nyerpis laptopnya cute dan kelihatannya masih sangat brondong. abang cute :"Kenapa laptopnya BUK?" ahhhh, aku ibuk2? aku : "gak mau idup bang, padahal baru di cas semalam jadi gak mungkin abis batere." Si abang cute langsung nyari cas laptop terus ngecas laptop ku. lima menit kemudian dia coba idupin dan LAPTOPNYA IDUP. IDUP!!! Langsung malu dan ingin mengubur diri. tapi tetap jaga wibawa di depan abang cute. aku : "cuma abis batere ya bang? oh, mungkin karena semalam kerja sampe pagi, jadi baterenya gak kuat." cuih cuih cuih, kerja? yang ada juga ketiduran sampai pa

MAMAK MAUNYA APA

Ini pertanyaan yang sedang mamak ajukan ke diri mamak sendiri, berkaitan dengan si kakak (halah). Rasanya, ilmu psikologi yang mamak pelajari selama 4.5 tahun sia-sia, karena anak sendiri pun gak bisa mamak kendalikan kelakuannya.  Jadi di rumah mamak, ada tetangga baru, rumah yang dulunya kosong, kini terisi kembali. Hati mamak gembira sekali, mana tetangga mamak ini bakul kue pulak. Ah, cocok kali rasa mamak kan. Tapiiiiiii.... si kakak, yang sangat antusias tetanggaan sama teman satu sekolah, euforianya keterlaluan. Buka mata pengen langsung main ke tetangga, dan jadi sering ngebentak-bentak kalo dibilang jangan pergi main. Yah, kan gimana ya, namanya juga orang, pengen tidur, istirahat, makan dan punya banyak waktu bersama keluarganya. Dan kalau si kakak main disitu berjam-jam, yang punya rumah pasti eneg, mau nyuruh pulang gak enak, mau dibiarin makin gak enak. Mamak udah ngasi ceramah sama si kakak, semua stok ceramah agama mamak udah mamak keluarkan. Tapi gak mempan

GAMBAR MAMAK

Semalam si kakak menggambar sesuatu di kertas bekas merk jaket. Dan pas udah selesai, taraaaaaaaa... Kata si kakak, "ini gambar bunda." Mamaknya sih ketawa, ngasi jempol. Dan si kakak mesem-mesem bangga dipuji mamaknya. Tapi sebenarnya dalam hati mamak bergejolak. Kenapa gambar mamak kaya gini, muka mamak dicoret-coret pulak. Maksudnya menggambarkan apa ini nak? Ditambah hidung mamak double gitu. Beserak-serak muka mamak yang ada dalam benak si kakak. Mungkin, ini teguran dari kakak dan Tuhan. Sebagai mamak, mamak masih berantakan dalam mendidik si kakak, gak bisa kasi contoh yang baik juga. Hobi ngomel dan marah-marah. Tiap dia mau ngomong disuruh diam. Sampai-sampai, si kakak tiap malam ngomong, "Bund, Pa, kakak haus." Mamak bapaknya yang flat ini ngomong, "minumlah kalau haus." "Kakak haus perhatian." Mamak sama bapak pandang-pandangan. Terus ketawa.  Padahal banyak makna pastinya dari kata-kata si kakak itu. Seja