Jangankan menjadi ibu yang sempurna, menjadi ibu yang baik saja tidak mudah untuk dilakukan. Terlebih sebagai mamak dari kalangan menengah, yang secara ekonomi tidak berlebihan, gak mampu bayar ART, tentu mamak harus menghandle sendiri semua pekerjaan domestik rumah tangga. Mulai dari masak, nyuci, nyetrika, bersih-bersih, pokoknya all ini one. Dan tetap, harus punya banyak waktu untuk suami dan anak.
Mengurus suami itu so so lah, gak syusah, namanya suami udah gedek ini, udah bisa ngurusin diri sendiri. Yang agak butuh kemampuan fisik dan mental yang tangguh itu ngurusin anak-anak. Bukan, mamak bukan mengeluh karena capek ngurusin anak-anak mamak, mamak hanya sharing. Mengurus dan mendidik anak bukan hanya urusan dunia, tapi dunia akhirat. Mereka itu tabungan kita, amal jariyah.
Dalam mendidik anak, mamak tidak suka memaksakan kehendak. Karena mamak tau, dipaksa itu gak enak. Jadi mamak membiarkan si kakak tumbuh dan berkembang seadanya. Gak pernah mamak ajarin membaca, berhitung. Baca iqro juga baru-baru ini. Pokoknya ketika dia meminta, disitulah mamak memperkenalkan apa yang ingin dia tahu. Karena mamak berpikir, ayah edy saja pakar parenting, anaknya bisa membaca umur 8 tahun, dan malah tinggi minat membaca anaknya. Masa mamak yang hanya remahan rengginang ini memaksakan kemauan mamak sama si kakak.
Kalau mamak happy, pasti anaknya juga happy. Daripada menjadi mamak yang sempurna, mamak lebih ingin jadi mamak yang bahagia. Suka ketawa sama anak, main sama anak. Tapi mamak akui, semua itu sulit mamak lakukan, gimana mamak mau fokus, baru mau ngobrol sama si kakak, kebayang setrikaan segunung. Pas mau becanda sama anak bayi, teringat lauk buat makan si bapak abis, belum sempat masak lagi. Lalu mamak kudu piye?
Tapi daripada mengeluh, lebih baik menjalani semuanya dengan ikhlas. Lapangkan hati supaya lapang rezeki. Anak rewel ya ikhlas aja, bawa main supaya anak happy lagi. Rumah kotor ikhlaskan saja, nanti juga bisa disapu kalau ada waktu. Setrikaan segunung ikhlaskan saja, nanti bisa disetrika satu-satu. Yang penting anak happy. Bisa main sama mamaknya.
Mamak akui, gak semua orang sependapat sama mamak soal mendidik anak. Ada juga orang tua yang memasang target untuk anaknya. Umur segini harus bisa ini, umur segitu harus bisa itu. İtu juga gak salah kan, setiap orang tua kan tau apa yang terbaik untuk anaknya. Karena lagi-lagi mamak harus jujur, si kakak yang umurnya udah hampir 6 tahun, belum bisa membaca, berhitung bahkan menulis angka dan huruf pun si kakak masih suka salah-salah.
Kalo ngajarin si kakak membaca, mamak perlu kesabaran yang banyak.
Kakak : "bund, ajarin kakak membaca."
Mamak : "oke. Sini."
Dalam buku si kakak ada tulisan 'banjir'. Mamak bilang, "ayo kak, dieja."
Kakak : " be e be."
Mamak : "itu kakak lihat huruf e nya dimana?"
Kakak : "kakak susah ngomongnya, be, jadi kakak harus bilang apa. Kan memang be."
Mamak : "itu kan a kak. Bukan e. Jadi bacanya, be a ba."
Kakak : "be a ba, en a na."
Mamak : "mana huruf a setelah en? Coba kakak tunjukkan. Mana tau bunda gak nampak."
Disini si kakak mulai merajuk karena salah terus. Terjadilah dialog panjang dan alot antara mamak dan kakak. Sampai akhirnya,
Kakak : "be a ba, en, ban, je i ji, er, jir. Rumah."
Masya Allah, mamak sesak nafas dengarnya. Jauh sekali ngejanya banjir, bacanya rumah
Yo wes nak, ra opo-opo. Yang pasti, sampai memutih rambut mamak, gak akan luntur cinta mamak sama kakak. Mudah-mudah kakak segera faham, kalau be a ba, en, je i ji, er, bacanya banjir kak, bukan rumah.
Jadi tetap bahagia ya mak dalam mendidik dan membesarkan anak-anak kita. Walaupun anak kita gak pintar membaca, gak bisa berhitung, tetap anak kita istimewa mak. Jangan pernah membanding-bandingkan anak kita dengan anak lain ya mak. Karena itu akan banyak melukai hati mereka. Cintai anak kita apa adanya. Mom happy, kids happy.
Komentar
Posting Komentar