Langsung ke konten utama

BILA WAKTU TELAH BERAKHIR


Dari semalam grup wa kantor mamak tang ting trus. Penyebabnya karena ada seseabang, yang terkenal cerah, ceria, senang tertawa tetiba stroke dan koma. Semua berharap si abang sehat dan pulih kembali. Semua kaget dan gak percaya, karena banyak yang bilang, hari kamis atau jumat masih ngobrol, masih becanda, masih ketawa, masih ngerencanain ini itu, masih ngelakuin ini itu. Mendadak dapat kabar buruk, semua tentu sedih. 

Qadarullah, hari ini si abang berpulang ke Rahmatullah. Dengan indikasi mati batang otak. Alat-alat yang dipasang hanya memperpanjang nafas saja, tanpa ada fungsi menyembuhkan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semua yang berasal dariNya akan kembali kepadaNya. 

Hidup memang singkat, kata orang hanya antara azan dan iqomah. Ketika hari ini kita sehat, siapa tahu besok kita sudah di liang lahat. Wallahualam. Jodoh, maut, rezeki semua sudah diatur. 

Jadi si abang yang sudah rahimallah ini, terkenal sebagai lajang yang kaya. Iya, si abang belum menikah namun terkenal memiliki aset yang banyak. 

Ah, setelah kita beranjak dari dunia semua yang kita kumpulkan memang tiada berguna. Mamak banyak mikir pas dengar kabar si abang berpulang. Harta yang banyak untuk apa? Gak ada gunanya. Bukan, mamak bukan ngomongin si abang rahimallah, tapi lebih kepada ngomong kepada diri sendiri, yang selama ini selalu merasa kekurangan, selalu ingin apa yang dimiliki orang lain dan selalu berfikir pengen lebih daripada apa yang telah dimiliki sekarang. 

Masya Allah, sungguh mamak ini manusia akhir zaman yang haus dunia. Suka lupa akhirat, suka lupa bahwa apa yang dikumpulkan di dunia ini hanya akan menjadi beban di alam sana. 

Allah tidak melarang kita menjadi kaya, bahkan Rasulullah yang mulia pun seorang pedagang kaya raya. Namun, siapkah kita jika dalam harta kita ada hak orang lain, ada rezeki orang lain, ada bagian yang harus kita beri pada orang lain. Itulah manusia, kadang sesuatu yang ia punya terlalu erat ia genggam, hingga lupa ada milik saudaranya yang Allah titipkan melalui tangannya. 

Cukupkanlah hati kita dengan apa yang kita miliki sekarang. Jangan merasa kurang. Berdoa untuk mati khusnul khotimah dan mudah jalan di akhirat, namun harta duniawi tak siap untuk ditinggalkan. 

Semoga si abang rahimallah, dilapangkan jalannya, diterima segala amalannya, diridhoi Allah di alam sana. Dan manusia seperti mamak, yang masih diberi kesempatan berdiri di atas bumi ini, sepatutnyalah mengambil hikmah dari kematian demi kematian manusia lainnya. Sekarang memang mereka, dan selanjutnya siapa tahu kita. Karena maut tak menunggu kita siap. 

Komentar

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada blog baru ini jadi semangat buat posting. Maklum manusia purba , orang-orang udah basi tapi aku baru mulai, selalu begitu..... Jadi semalam pagi2 aku stress berat. idupin laptop gak bisa.. Padahal baru dicas sampe penuh P adahal laptop ku baru Tuhan apa yang terjadi? dengan nafsunya aku bawa laptop ke tukang serpis. sekalian komplen masa laptop baru udah rusak. sampe disana, abang yang nyerpis laptopnya cute dan kelihatannya masih sangat brondong. abang cute :"Kenapa laptopnya BUK?" ahhhh, aku ibuk2? aku : "gak mau idup bang, padahal baru di cas semalam jadi gak mungkin abis batere." Si abang cute langsung nyari cas laptop terus ngecas laptop ku. lima menit kemudian dia coba idupin dan LAPTOPNYA IDUP. IDUP!!! Langsung malu dan ingin mengubur diri. tapi tetap jaga wibawa di depan abang cute. aku : "cuma abis batere ya bang? oh, mungkin karena semalam kerja sampe pagi, jadi baterenya gak kuat." cuih cuih cuih, kerja? yang ada juga ketiduran sampai pa

MAMAK MAUNYA APA

Ini pertanyaan yang sedang mamak ajukan ke diri mamak sendiri, berkaitan dengan si kakak (halah). Rasanya, ilmu psikologi yang mamak pelajari selama 4.5 tahun sia-sia, karena anak sendiri pun gak bisa mamak kendalikan kelakuannya.  Jadi di rumah mamak, ada tetangga baru, rumah yang dulunya kosong, kini terisi kembali. Hati mamak gembira sekali, mana tetangga mamak ini bakul kue pulak. Ah, cocok kali rasa mamak kan. Tapiiiiiii.... si kakak, yang sangat antusias tetanggaan sama teman satu sekolah, euforianya keterlaluan. Buka mata pengen langsung main ke tetangga, dan jadi sering ngebentak-bentak kalo dibilang jangan pergi main. Yah, kan gimana ya, namanya juga orang, pengen tidur, istirahat, makan dan punya banyak waktu bersama keluarganya. Dan kalau si kakak main disitu berjam-jam, yang punya rumah pasti eneg, mau nyuruh pulang gak enak, mau dibiarin makin gak enak. Mamak udah ngasi ceramah sama si kakak, semua stok ceramah agama mamak udah mamak keluarkan. Tapi gak mempan

GAMBAR MAMAK

Semalam si kakak menggambar sesuatu di kertas bekas merk jaket. Dan pas udah selesai, taraaaaaaaa... Kata si kakak, "ini gambar bunda." Mamaknya sih ketawa, ngasi jempol. Dan si kakak mesem-mesem bangga dipuji mamaknya. Tapi sebenarnya dalam hati mamak bergejolak. Kenapa gambar mamak kaya gini, muka mamak dicoret-coret pulak. Maksudnya menggambarkan apa ini nak? Ditambah hidung mamak double gitu. Beserak-serak muka mamak yang ada dalam benak si kakak. Mungkin, ini teguran dari kakak dan Tuhan. Sebagai mamak, mamak masih berantakan dalam mendidik si kakak, gak bisa kasi contoh yang baik juga. Hobi ngomel dan marah-marah. Tiap dia mau ngomong disuruh diam. Sampai-sampai, si kakak tiap malam ngomong, "Bund, Pa, kakak haus." Mamak bapaknya yang flat ini ngomong, "minumlah kalau haus." "Kakak haus perhatian." Mamak sama bapak pandang-pandangan. Terus ketawa.  Padahal banyak makna pastinya dari kata-kata si kakak itu. Seja