Sebuah rumah tangga, bukan hanya tentang bahagia, ada luka, air mata dan kepedihan di sana. Sebuah rumah tangga, bukan hanya tertawa bersama, tapi juga bagaimana mengatasi emosi bersama. Saat marah begitu menguasai hati, saat ingin pergi, saat ingin memaki, saat ingin meninggalkan satu dan yang lain, namun akhirnya, tetap berdiri disisinya, walaupun dalam hati banyak luka menganga. Atau, memilih pergi saja, karena sudah tak sanggup berada dalam badai. Semua adalah pilihan. Terserah memilih jalan apa. Karena bahagia kita adalah tanggung jawab kita.
Mengapa harus berpisah?
Perpisahan dalam pernikahan adalah perbuatan halal yang dibenci Allah. Banyak wanita yang memilih meninggalkan suaminya, karena berbagai hal. Yang terkadang alasannya tak semua orang memahami. Yang terkadang luka dalam hatinya hanya dia yang memahami. Jika suami selingkuh, haruskah kita bertahan? Jika suami kdrt haruskah kita bertahan? Jika suami melakukan kekerasan verbal, haruskah kita bertahan? Jika suami yang memilih pergi, haruskah kita berlari mengejarnya? Pernikahan itu kompleks. Ada tanggung jawab di dalamnya, ada kewajiban di dalamnya, ada hak di dalamnya. Jika individu yang berada di dalamnya tidak bertanggung jawab, lalu bagaimana rumah tangga itu tetap berjalan? Seorang istri yang ditinggalkan atau meninggalkan, harus tetap kuat, berdiri tegak, menyandang status janda sangat tidak mudah. Di lingkungan masyarakat, kata janda itu seperti momok, yang akan menggoda para lelaki. Padahal, tidak semua wanita tanpa suami adalah wanita yang tidak baik. Perpisahan kadang menimbulkan trauma berat dalam hati wanita, tidak seperti lelaki yang mudah menemukan pengganti, wanita akan jauh lebih selektif atau memilih untuk tidak tercebur kembali dalam pernikahan. Karena pastinya, luka yang dihasilkan akan tetap sama jika kembali menemukan pasangan yang salah. Berpisah dan kembali bahagia. Berpisah dan melepaskan anak dari trauma pertengkaran orang tuanya. Berpisah dan melupakan semuanya. Memulai hidup dari titik terendah tanpa menoleh kebelakang. Meninggalkan semua luka yang pernah ada. Berpisah dan kembali pada keluarga. Berpisah dan tetap bisa tegak. Karena seumur hidup terlalu lama jika bersama orang yang salah. Karena semur hidup akan terlalu lama untuk tidak bahagia.
Lalu, mengapa harus bertahan,
Bagi sebagian perempuan, anaklah alasannya. Anaklah penguatnya. Anaklah obatnya. Hanya tentang anak. Perselingkuhan, kekerasan dan segala tetek bengek menyakitkan dalam pernikahan dapat terampuni karena anak. Menjaga perasaan anak, hingga dia dewasa, jangan sampai ada trauma perpisahan dalam hidupnya. Terkadang tentang materi, jargon "kalau pisah mau makan apa" selalu didengungkan dalam pikiran agar dapat memaafkan semuanya. Seorang istri selalu punya alasan untuk memaafkan kesalahan suami. Sebanyak apapun air mata yang telah tercurah karena sikapnya, sepahit apapun sikap yang terpaksa harus ditelan, seperih apapun luka yang telah ditorehkan, maaf selalu ada. Lelaki adalah makhluk dengan ego tinggi, ketika istrinya mempunyai banyak materi, dia marah, ketika istrinya tak bisa mencari uang, dia pun tak suka. Ketika istrinya bisa berdandan, dia bilang istrinya murahan, ketika istrinya tidak berdandan, dia bilang istrinya tak enak dipandang. Wanita dengan label istri harus banyak maklum dan paham. Maklum dan paham inilah yang akan menyelamatkan pernikahan. Iyaa, fahami saja. Terima saja. Maafkan saja. Kasihan anak jika hidup sebagai anak broken home. Kasihan anak jika harus tinggal terpisah dari kedua orang tuanya. Bertahanlah. Demi anak. Ah, tidak itu saja. Kesabaran adalah benih, yang jika kita tanam, kita pupuk, kita akan menuai buah yang manis. Bertahanlah demi Allah juga. Menjauh dari perbuatan yang Allah benci. Jika suami jahat biarlah Allah yang membalas. Berdoa saja, dan teruslah menjadi baik.
Ketika berada dipersimpangan,
Bertanyalah pada Nya, jangan pada manusia, karena manusia makluk dengan akal yang memiliki batas. Dia lah yang tahu apa yang terbaik. Jika bertanya padaNya, jawabannya adalah pasti benar, pasti yang terbaik. Tawakal dan yakin pada Tuhan. Berpisah atau bertahan memiliki resiko yang sama beratnya. Tuhan lah yang tau keputusan terbaik yang harus diambil.
Jika bertahan dengan seribu alasan adalah yang terbaik, maka lakukanlah. Jika berpisah adalah satu-satunya jalan keluar, maka pilihlah. Sebab, hati dan perasaan kita hanya milik kita. Luka dan duka hanya kita yang bisa merasakan.
Apapun pilihan yang diambil ketika berada di persimpangan, tetaplah kuat. Hidup tak memberi banyak kesempatan untuk menjadi lemah.
Sepakat mbak dengan kalimat, Bertanyalah padaNya jangan pada manusia.. Keputusan yg diambil setelah bertanya kepadaNya insya allah menentramkan..
BalasHapusİya mba, keputusan dari Tuhan adalah yang paling benar. Dia yang tahu masa depan kita akan seperti apa. Terimakasih ya mba sudah mampir disini.
HapusBenar banget Mbak..Lebih baik pertimbangkan baik-baik dan minta petunjuk Allah. Jika yang terbaik adalah perpisahan kenapa nggak ? Karena pernikahan yang tidak sehat mungkin juga akan menghancurkan hidup anak-anak kita, nggak jauh beda dengan perceraian..:)
BalasHapusİya mba, hanya Allah yang tahu apa yang terbaik bagi hambanya. Perceraian itu bukan tragedi, tragedi itu adalah bertahan berada dalam rumah tangga yang gak bahagia. Terimakasi ya mba, sudah mampir.
Hapus