Namanya Ayu, nama panjangnya Sri Rahayu. Perempuan bermata bulat dan berambut hitam sebahu. Wajahnya manis, membuat banyak lelaki di kelas senang mengobrol dengannya. Termasuk Aji, biang masalah di kelas. Aji penggemar berat Ayu. Jangan ada satu orangpun mengganggu Ayu, Aji akan mengamuk dan membela Ayu habis-habisan.
Ayu bukan tak tahu dia disukai banyak lawan jenisnya, hanya saja dia tak tahu bagaimana cara menyikapi mereka. Ayu hanya bisa tersenyum malu tiap ada yang menyapa atau kirim salam padanya. Namun Aji lain, Aji bersikap melindungi, setiap ada yang mengganggunya, Aji yang akan berhadapan dengan mereka. Ayu senang diperlakukan seperti itu oleh Aji.
Ayu dan Aji semakin akrab. Tiap kali mereka ngobrol di kelas, teman-teman menyoraki, cieh cieh pacaran. Ayu malu, Aji bangga.
"Ayu, nanti kita ke kantin ya, makan bakso." Kata Aji suatu hari.
"Ayu malu Ji. Nanti diejek lagi."
"Kita tunggu bel pulang ya. Baru makan bakso." Ayu tersenyum dan mengangguk. Aji sumringah. Biarlah uang jajannya habis untuk mentraktir Ayu, asalkan dia bisa melihat senyum manis Ayu lebih lama.
Ayu dan Aji makin sering pergi berdua. Kemana-mana. Sekedar beli majalah di koperasi sekolah pun mereka berdua. Hingga suatu hari Ayu pulang sambil menangis. Dia dan Aji telah melakukan sesuatu yang terlarang. Ayu takut, sangat takut. Bagaimana kalau dia hamil? Ya Tuhan.
Ibu muntah-muntah lagi. Ayah menyusul sambil membawa minyak angin. Sudah seminggu ibu selalu muntah-muntah.
"Yah, ibu kenapa?" Tanya Ayu cemas.
"Ibu hamil, kalau hamil memang sering mual muntah." Jawab ayah. Ayu termenung. Dia akan punya adik? Ayu tidak mau, dia ingin menjadi anak tunggal saja. Tapi, tidak mungkin, adiknya sudah ada di perut ibu. Lalu, bagaimana kalau Ayu juga hamil karena perbuatan Aji kemarin? Ayu menangis lagi. Ayah heran, mengapa Ayu menangis. Mungkin, dia tidak siap punya adik, pikir Ayah, karena jarak umurnya sudah cukup jauh dengan adiknya. Ayah melupakan kejadian Ayu menangis, dia sibuk mengurut ibu yang muntah-muntah.
Sehari Ayu menunggu, tapi dia tidak juga menunjukkan tanda-tanda hamil. Ayu sedikit lega. Syukurlah, fikirnya. Ayu berjanji, dia tidak akan mau mengulangi perbuatan yang dilakukannya bersama Aji kemarin.
Aji juga tak kalah gelisahnya dengan Ayu. Setelah dia melakukan sesuatu dengan Ayu, Ayu menjelaskan bahwa perbuatan mereka bisa menyebabkan Ayu hamil, Aji menjadi takut. Aji takut perut Ayu akan membesar, lalu dia akan punya anak. Aji tak siap. Aji menyesal melakukan perbuatan kemarin pada Ayu. Jika dia bisa mengulang, Aji tak akan melakukan hal itu.
Ayu mual muntah. Ayah bingung. Ayu sakit apa. Ibu membawa Ayu ke puskesmas. Ayu menangis di depan bu dokter. Perutnya mual dan kepalanya pusing.
"Ayu, ayo sini ibu periksa." Kata bu dokter dengan lembut.
"Ayu hamil bu, Ayu takut." Bu dokter bengong. Ibu bingung.
"Ayu tau darimana kalau Ayu hamil?" Tanya bu dokter.
"Kemarin Ayu dan Aji..." Ayu tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
"Ayu dan Aji melakukan apa?" Tanya ibu sambil memegang tangan anaknya.
"Bu, maafin Ayu." Ayu memeluk ibunya. Ayu muntah lagi, kali ini lebih banyak. Tangisan Ayu makin keras. Ayu yakin dia hamil.
"Bu, maafin Ayu, kemarin waktu makan bakso, Aji pegang tangan Ayu. Ibu bilang, kalau laki-laki pegang tangan Ayu, Ayu hamil." Ayu terisak-isak. Bu dokter memandang ibu. Lalu tersenyum.
"Ayu, itu salah. Kita bisa hamil jika sudah dewasa dan menikah. Ayu kan baru kelas 2 sd, jadi Ayu tidak hamil. Sepertinya Ayu keracunan bakso yang Ayu makan semalam."
"Jadi Ayu gak hamil bu?" Ayu bertanya sekali lagi, hatinya lega bukan main.
"Tidak. Ayu tunggu di luar ya. Bu dokter akan membuat resep obat, dan bu dokter mau ngomong dengan ibu Ayu." Ayu mengangguk.
"Bu, jangan pernah memberi informasi yang salah pada anak kita. Memang dia masih kecil, tapi dia harus mendapat informasi yang benar. Kalau seperti ini, ibu akan malu. Untung Ayu bicara pas di depan saya, kalau di depan orang lain bagaimana? Bisa-bisa ibu disangka tidak becus mendidik anak."
"Iya bu dokter, saya minta maaf. Saya memang bilang dengan Ayu, jika berpegangan tangan dengan laki-laki, bisa hamil, karena Ayu banyak disukai anak lelaki bu dokter, saya takut Ayu menjadi bebas."
"Bukan begitu cara mendidiknya bu. Ibu harus menjelaskan dengan sejujurnya. Mengapa Ayu harus menjaga jarak dengan anak laki-laki, bukan dengan memberikan keyakinan yang salah seperti itu."
"Baik bu dokter."
"Obatnya ibu ambil di apotik ya. Ayu harus banyak minum air putih, dan beri makan sedikit-sedikit tapi sering ya bu."
"Terimakasih bu dokter."
Ibu keluar dari ruangan periksa. Menggandeng tangan Ayu yang sudah nampak tenang. Ibu janji, sampai di rumah dia akan menjelaskan secara jujur kepada Ayu. Ibu tidak akan pernah membohongi Ayu lagi.
Di sekolah, Aji gelisah Ayu tak datang. Dia ingin bertanya pada Vina, tetangga Ayu, tapi nanti dia diejek lagi. Lebih baik bertanya pada ibu guru. Aji mendatangi bu Dewi, wali kelas mereka.
"Bu, Ayu kok gak masuk?"
"Oh," bu Dewi yang sedang mengisi buku absen menjawab sekenanya, "Ayu mual muntah."
Aji terduduk, lemas. Sekaligus takut.
"Lho, kenapa Ji?" Bu Dewi memandang wajah Aji yang pucat. Aji hanya diam, masih terngiang kata-kata Ayu kemarin saat Aji memegang tangannya.
"Aji, kenapa pegang tangan Ayu? Kata ibu, kalau laki-laki pegang tangan perempuan, nanti perempuan bisa hamil." Aji hanya diam waktu itu. Dia memang memegang tangan Ayu, karena dia bahagia bisa makan bakso berdua Ayu. Aji teringat ibunya waktu hamil Andi, adiknya, mual muntah selama hamil. Artinya Ayu juga hamil. Ya Tuhan. Aji menangis.
Aji juga tak kalah gelisahnya dengan Ayu. Setelah dia melakukan sesuatu dengan Ayu, Ayu menjelaskan bahwa perbuatan mereka bisa menyebabkan Ayu hamil, Aji menjadi takut. Aji takut perut Ayu akan membesar, lalu dia akan punya anak. Aji tak siap. Aji menyesal melakukan perbuatan kemarin pada Ayu. Jika dia bisa mengulang, Aji tak akan melakukan hal itu.
Ayu mual muntah. Ayah bingung. Ayu sakit apa. Ibu membawa Ayu ke puskesmas. Ayu menangis di depan bu dokter. Perutnya mual dan kepalanya pusing.
"Ayu, ayo sini ibu periksa." Kata bu dokter dengan lembut.
"Ayu hamil bu, Ayu takut." Bu dokter bengong. Ibu bingung.
"Ayu tau darimana kalau Ayu hamil?" Tanya bu dokter.
"Kemarin Ayu dan Aji..." Ayu tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
"Ayu dan Aji melakukan apa?" Tanya ibu sambil memegang tangan anaknya.
"Bu, maafin Ayu." Ayu memeluk ibunya. Ayu muntah lagi, kali ini lebih banyak. Tangisan Ayu makin keras. Ayu yakin dia hamil.
"Bu, maafin Ayu, kemarin waktu makan bakso, Aji pegang tangan Ayu. Ibu bilang, kalau laki-laki pegang tangan Ayu, Ayu hamil." Ayu terisak-isak. Bu dokter memandang ibu. Lalu tersenyum.
"Ayu, itu salah. Kita bisa hamil jika sudah dewasa dan menikah. Ayu kan baru kelas 2 sd, jadi Ayu tidak hamil. Sepertinya Ayu keracunan bakso yang Ayu makan semalam."
"Jadi Ayu gak hamil bu?" Ayu bertanya sekali lagi, hatinya lega bukan main.
"Tidak. Ayu tunggu di luar ya. Bu dokter akan membuat resep obat, dan bu dokter mau ngomong dengan ibu Ayu." Ayu mengangguk.
"Bu, jangan pernah memberi informasi yang salah pada anak kita. Memang dia masih kecil, tapi dia harus mendapat informasi yang benar. Kalau seperti ini, ibu akan malu. Untung Ayu bicara pas di depan saya, kalau di depan orang lain bagaimana? Bisa-bisa ibu disangka tidak becus mendidik anak."
"Iya bu dokter, saya minta maaf. Saya memang bilang dengan Ayu, jika berpegangan tangan dengan laki-laki, bisa hamil, karena Ayu banyak disukai anak lelaki bu dokter, saya takut Ayu menjadi bebas."
"Bukan begitu cara mendidiknya bu. Ibu harus menjelaskan dengan sejujurnya. Mengapa Ayu harus menjaga jarak dengan anak laki-laki, bukan dengan memberikan keyakinan yang salah seperti itu."
"Baik bu dokter."
"Obatnya ibu ambil di apotik ya. Ayu harus banyak minum air putih, dan beri makan sedikit-sedikit tapi sering ya bu."
"Terimakasih bu dokter."
Ibu keluar dari ruangan periksa. Menggandeng tangan Ayu yang sudah nampak tenang. Ibu janji, sampai di rumah dia akan menjelaskan secara jujur kepada Ayu. Ibu tidak akan pernah membohongi Ayu lagi.
Di sekolah, Aji gelisah Ayu tak datang. Dia ingin bertanya pada Vina, tetangga Ayu, tapi nanti dia diejek lagi. Lebih baik bertanya pada ibu guru. Aji mendatangi bu Dewi, wali kelas mereka.
"Bu, Ayu kok gak masuk?"
"Oh," bu Dewi yang sedang mengisi buku absen menjawab sekenanya, "Ayu mual muntah."
Aji terduduk, lemas. Sekaligus takut.
"Lho, kenapa Ji?" Bu Dewi memandang wajah Aji yang pucat. Aji hanya diam, masih terngiang kata-kata Ayu kemarin saat Aji memegang tangannya.
"Aji, kenapa pegang tangan Ayu? Kata ibu, kalau laki-laki pegang tangan perempuan, nanti perempuan bisa hamil." Aji hanya diam waktu itu. Dia memang memegang tangan Ayu, karena dia bahagia bisa makan bakso berdua Ayu. Aji teringat ibunya waktu hamil Andi, adiknya, mual muntah selama hamil. Artinya Ayu juga hamil. Ya Tuhan. Aji menangis.
*selesai*
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny